About Me

Pages

About this blog

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

About Me

Followers

Senin, 25 Maret 2013

PostHeaderIcon Perilaku Delinkuen Remaja (Kenakalan Remaja)

Dewasa ini kasus kriminalitas di kalangan remaja semakin meningkat. Maraknya pemberitaan kriminalitas dikalangan remaja pada banyak media semakin meningkatkan citra buruk remaja di lingkungan sosialnya. Remaja di lingkungan sosial sering dianggap sebagai kelompok yang senang membuat kekacauan dan perkelahian.
Perilaku remaja yang mampu mencelakakan dirinya sendiri maupun orang lain disebut dengan Perilaku Delinkuen. Kasus-kasus kriminalitas seperti penggunaan narkoba dan obat-obatan terlarang di kalangan remaja, keterlibatan para remaja dalam tawuran dan pembantaian terhadap siswa, meningkatnya kasus seks pranikah, kasus pengeroyokan, perampokan serta penyalahgunaan senjata tajam, apabila ditelusuri disebabkan oleh merasa terabaikannya para remaja oleh lingkungannya.
Perilaku non-kriminal namun melanggar norma juga banyak dilakukan remaja sebagai bentuk protes terhadap lingkungannya, seperti remaja yang merokok layaknya orang dewasa, perilaku memakai pakaian yang ketat dan minim ke sekolah bagi remaja putri, pemberontakan terhadap guru dan orangtua, dan banyak hal lainnya.
Lingkungan yang kurang memberi perhatian dan dukungan bagi remaja membuat remaja merasa terabaikan sehingga terdorong untuk melakukan perilaku yang menyimpang dari norma. Dengan perilaku tersebut, remaja berusaha mendapatkan perhatian dari lingkungannya.
Masa remaja adalah masa krisis identitas bagi kebanyakan anak remaja. Remaja sedang mencari-cari figur panutan, namun figur itu tidak ada didekatnya. Secara umum dan dalam kondisi normal sekalipun, masa ini merupakan periode yang sulit untuk ditempuh, baik secara individual ataupun kelompok, sehingga remaja sering dikatakan sebagai kelompok umur bermasalah (the trouble teens). Hal inilah yang menjadi salah satu sebab mengapa masa remaja dinilai lebih rawan daripada tahap-tahap perkembangan manusia yang lain.
       Perilaku Delinkuen ialah perilaku yang cenderung emosional, egois, dan sulit diatur yang dapat mencelakakan diri maupun orang lain (Kartono, 1998).
Remaja yang kurang mendapat pemenuhan kebutuhan psikis dari lingkungannya dapat mengakibatkan remaja tumbuh dalam kesepian dan depresi, lebih mudah marah dan susah tidur, lebih gugup dan agresif (Shapiro dalam Sari, 2005). Pada kondisi ini, remaja menjadi rentan untuk terlibat pada kasus-kasus kriminalitas akibat pengaruh kekuatan yang tidak baik dalam lingkungan sosialnya, seperti resiko pemakaian obat terlarang, kekerasan atau kegiatan seksual yang tidak aman (Gottman & DeClaire dalam Sari, 2005). Perilaku remaja yang mengarah pada tindak kejahatan atau perilaku asosial merupakan ketidakmampuan remaja untuk menjalin hubungan baik dengan lingkungan dan menjalankan norma masyarakat.
Kartono (1998), dalam mengartikan delinkuensi lebih mengacu pada suatu bentuk perilaku menyimpang, yang merupakan hasil dari pergolakan mental
serta emosi yang sangat labil dan defektif.
Kartono (1992) mengatakan bahwa kenakalan atau delikuensi remaja adalah perilaku jahat atau dursila, kejahatan atau kenakalan para remaja merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.
Sulastriningsih (1996) delinkuensi remaja adalah perbuatan atau tingkah laku yang bersifat melanggar hukum dan pelanggaran nilai-nilai moral yang mempunyai tujuan antisosial, yaitu perbuatan atau tingkah laku yang bertentangan dengan nilai atau norma sosial.
Menurut Sarwono (2003) tidak semua pelanggaran yang dilakukan remaja ialah delinkuensi. Hanya pelanggaran terhadap norma-norma hukum pidana yang disebut delinkuensi, sehingga perilaku delinkuensi tersebut akan disebut kejahatan jika dilakukan oleh orang dewasa.

KATEGORI PERILAKU DELINKUEN
Jensen (Sarwono, 2003) mengkategorikan delinkuensi remaja kedalam 4 kategori, yaitu:
(a)  Delinkuen yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperrti perkelahian, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain-lain.
(b) Delinkuensi yang menimbulkan korban materi, seperti perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain
(c) Delinkuensi sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak lain, seperti pelacuran dan penyalahgunaan obat
(d) Delinkuensi yang melawan status, misalnya mengingkari status sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orangtua dengan cara minggat dari rumah, dan sebagainya. 

Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Delinkuen
Santrock (2003), berdasarkan teori perkembangan identitas Erikson mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku delinkuensi pada remaja:
- Identitas negatif, Erikson yakin bahwa perilaku delinkuensi muncul karena remaja gagal menemukan suatu identitas peran.
-  Kontrol diri rendah, beberapa anak dan remaja gagal memperoleh kontrol yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan.
- Usia, munculnya tingkah laku antisosial di usia dini (anak-anak) berhubungan dengan perilaku delinkuensi yang lebih serius nantinya dimasa remaja. Namun demikian, tidak semua anak bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku delinkuensi.
- Jenis kelamin (laki-laki), anak laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku antisosial daripada anak perempuan. Keenan dan Shaw (dalam Gracia, et al., 2000), menyatakan anak laki-laki memiliki risiko yang lebih besar untuk munculnya perilaku (conduct) merusak. Namun, demikian perilaku pelanggaran seperti prostitusi dan lari dari rumah lebih banyak dilakukan oleh remaja perempuan.
- Harapan dan nilai-nilai yang rendah terhadap pendidikan. Remaja menjadi pelaku kenakalan seringkali diikuti karena memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan dan juga nilai-nilai yang rendah di sekolah.
- Pengaruh orang tua dan keluarga. Seseorang berperilaku nakal seringkali berasal dari keluarga, di mana orang tua menerapkan pola disiplin secara tidak efektif, memberikan mereka sedikit dukungan, dan jarang mengawasi anak-anaknya sehingga terjadi hubungan yang kurang harmonis antar anggota keluarga, antara lain hubungan dengan saudara kandung dan sanak saudara. Hubungan yang buruk dengan saudara kandung di rumah akan cenderung menjadi pola dasar dalam menjalin hubungan sosial ketika berada di luar rumah.
- Pengaruh teman sebaya. Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan.
- Status ekonomi sosial. Penyerangan serius lebih sering dilakukan oleh anak-anak yang berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah.
- Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal. Tempat dimana individu tinggal dapat membentuk perilaku individu tersebut, masyarakat dan lingkungan yang membentuk kecenderungan kita untuk berperilaku ”baik” atau ”jahat”.
Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, dapat dilihat bahwa salah satu faktor yang paling mempengaruhi terbentuknya perilaku delinkuensi, yaitu faktor keluarga, hubungan antar anggota keluarga yang tidak harmonis, seperti hubungan antar saudara kandung yang buruk, akan memberikan kesempatan pada anak untuk belajar dari pengalamannya berinteraksi secara negatif dengan saudara kandungnya di rumah, yang kemudian akan menjadi dasar dalam berperilaku diluar rumah.

SUMBER
Gottman, J., & Claire, D.J. 2003. Kiat-kiat membesarkan anak yang memiliki kecerdasan emosional. Terjemahan: Hermaya, T. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kartono, K. 1986. Psikologi Anak. Bandung: Alumni.
Sari, M. Y. 2005. Kecerdasan Emosional dan Kecenderungan Psikopat Pada Remaja Delinkuen Di Lembaga Pemasyarakatan. Anima Vol 20 No 2 halaman 139-148.
Sarwono,S.W. (2003). Psikologi Remaja (edisi revisi). Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Sulastriningsih, H. 1996. Hubungan antara Keutuhan Keluarga, Pergaulan Teman Sebaya dan Kegiatan Organisasi Karang Taruna dengan Tingkat Kenakalan Remaja pada Karang Taruna “Jendral Sudirman” di Kelurahan Purwantoro Kecamatan Purwantoro Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah. Skripsi pada Fakultas Pendidikan Luar Biasa Universitan Negeri Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan.



1 komentar:

Lisa Tjut Ali mengatakan...

makasih postingannya

Posting Komentar

Design elements by Miss Honey