About Me

Pages

About this blog

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

About Me

Followers

Rabu, 27 Februari 2013

PostHeaderIcon How to Build Your Self-Awareness?

Menyambung postingan saya sebelumnya, self-awareness merupakan keadaan saat kita sadar akan emosi kita, dan pikiran kita mengenai emosi tersebut. Dengan keuntungan-keuntungan menjadi orang yang sadar diri, tentu kita ingin menjadi orang yang demikian. Sekarang pertanyaannya, bagaimanakah caranya?

Membangun Self Awareness
Kesadaran diri dapat dibangun dengan mengaktifkan bagian otak yang disebut neokorteks. Ini adalah bagian otak yang terkait dengan penggunaan bahasa. Artinya, untuk meningkatkan kesadaran diri, Anda perlu “membahasakan”, mengidentifikasi, dan menamai emosi yang Anda rasakan. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah:
1.   I Messages (Pesan “Saya.....”)
Menuliskan atau menyatakan perasaan dengan menggunakan pesan yang diawali dengan “Saya....”. Contohnya: “Saya merasa perilaku Anda sama sekali tidak menghargai kerja keras saya” atau “Saya kecewa dengan keputusan yang kamu buat”. I message menyadarkan Anda bahwa kendali dari permasalahan yang terjadi ada di tangan Anda. Anda yang merasakan sebuah emosi, Anda yang menyatakan, dan Anda yang memiliki kendali untuk mengubah keadaan.

2.  Berbagai Cara Berbagai Warna
Menggunakan berbagai metode untuk melukiskan dan mendeskripsikan perasaan:
· Warna, contoh: warna kuning untuk emosi senang, biru untuk sedih, merah untuk marah, dan lain lain. Anda bisa menggunakannya dalam berpakaian, tinta alat tulis, warna font di komputer, dan sebagainya.
·  Skala, contoh: “Saya cukup merasa bahagia, kira-kira 80 dari 100 lah”. Ini memberi gambaran yang cukup terukur kira-kira seberapa kuat intensitas emosi yang Anda alami. Jika Anda bisa mengatakan bahwa kesedihan Anda berskala 50:50, maka tidak ada alasan bagi Anda untuk berlarut-larut dalam kesedihan itu.
·  Analogi, contoh : “Kalau saya ini gunung, saya sudah mau meletus!”. Analogi ini juga bisa digunakan sebagai pengukur intensitas emosi Anda. Bagi orang Indonesia, analogi seperti ini biasanya lebih mudah dipahami karena budaya kita memang banyak mengajarkan simbolisasi dalam bahasa (contoh: bagai kacang lupa kulitnya).


3.  Menuliskan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Hal ini ditujukan untuk menjelaskan kepada diri sendiri alasan dari emosi yang sedang Anda rasakan. Contoh: ketika Anda marah pada saat staf Anda tidak ikut memikul beban kerja yang sama, Anda bisa menuliskan “Saya ingin dia ikut lembur ketika saya lembur” beserta kebutuhan/keinginan lain yang Anda sadari. Semakin banyak kebutuhan/keinginan yang Anda tuliskan, maka Anda akan semakin menyadari keadaan emosi diri.

4.  Menuliskan yang ingin dilakukan
Sebenarnya ini sudah memasuki tahap lanjutan dari Self Awareness. Setelah Anda menyadari emosi-emosi yang sedang dialami, langkah selanjutnya adalah menentukan hal apa yang ingin Anda lakukan selanjutnya terkait dengan emosi tersebut. Pada contoh Anda marah pada staf yang malas-malasan tadi,  Anda bisa menuliskan “Saya ingin memotong gajinya kalau pulang lebih cepat lagi” atau “Saya akan langsung menegurnya jika ia menolak penugasan”. Dengan menuliskan hal yang ingin dilakukan, Anda memberikan kesempatan bagi otak untuk kembali berpikir: apakah hal-hal tersebut sudah sesuai dan tidak menyalahi norma yang berlaku.

Dengan membiasakan hal-hal di atas, Anda akan bisa merasa lebih nyaman menghayati emosi-emosi Anda tanpa harus larut dan lepas kendali. Nah, setelah Anda belajar banyak tentang emosi dan Self Awareness, tidak ada alasan lagi bagi Anda untuk merasa tidak berdaya ketika dilanda suatu emosi yang kuat. Baik itu emosi negatif, maupun emosi positif. Sekarang Anda sudah belajar untuk membuat diri Anda sendiri menyadari emosi-emosi tersebut. Tinggal separuh langkah selanjutnya dimana Anda merencanakan perilaku yang sesuai untuk mengekspresikan emosi tersebut kepada orang lain.

0 komentar:

Posting Komentar

Design elements by Miss Honey